Kamis, 02 Mei 2013

The Grandmaster

Sutradara: Wong Kar-Wai, 2013


Kisah seorang jago bela diri yang terkenal dijamannya bernama I.P Man adalah bahan cerita yang menarik untuk difilmkan. Betapa tidak kisahnya sudah komplit menjadi trilogi dimulai dari IP Man (2008), IP Man 2: Legend of The Grandmaster (2010) dan terakhir IP Man: The Final Fight (2013). Serasa belum cukup ditahun yang sama 2013 ini seorang sutradara yang terkenal dengan film seninya, Wong Kar-Wai ikut tertarik memfilmkan IP Man. Lantas, dimana letak perbedaaannya? Jujur, untuk pertanyaan ini saya belum bisa menjawabnya karena belum pernah menonton trilogi film diatas. Oke, yang menjadi alasan mengapa saya menonton film ini hanya karena ada 2 (dua) nama aktor dan aktris kesayangan saya, Tony Leung dan Zhang Ziyi.

The Grandmaster terlebih dahulu mengajak penonton untuk sejenak mengenal siapa itu sosok IP Man. Dari sudut narasi orang pertama (yang diceritakan oleh Tony Leung pemeran tokoh IP Man) ini secara perlahan-lahan penonton dibawa ke tahun 1936 yang menjadi benang merah film ini. Adalah seorang pendekar terkenal dari Utara bernama Gong Yutian yang mengadakan pertemuan dengan mengumpulkan beberapa pendekar dari dunia persilatan baik Utara dan Selatan. Dari pertemuan tersebut Yutian menyampaikan 2 (dua) hal penting. Pertama: pengumuman penguduran dirinya dan sebagai penerusnya dipilihlah salah satu murid handalannya, Mao Shan. Kedua: ia mencari siapa penerus dari sisi Selatan yang bisa dihandalkan Yutian. Dari sinilah sosok IP Man dengan kehebatan ilmu bela dirinya mulai dikenal dan diakui oleh pelbagai perguruan silat.

Seperti yang diucapkan oleh Tony Leung dalam dialognya berulang kali " jika usianya sebelum 40 tahun adalah seperti musim semi  tetapi setelah itu adalah musim dingin". Yang dimaksudkan disini adalah melambangkan perjalanan kehidupan IP Man. Dari sejak kecil dirinya hidup tak berkekurangan, ya hidup dari warisan nenek moyangnya, menerima sabuk hitam dari hasil belajar ilmu bela diri di usianya 7 tahun, lalu hidup berkeluarga dengan istri cantik yang setia dan anak yang sangat ia cintai. Ketika masa pendudukan Jepang di Cina apa yang selama ini ia nikmati berubah total. Rumah kediamannya dipakai orang Jepang. Kehidupan ekonominya ikut mengalami krisis. Inilah yang menyebabkan mengapa IP Man sampai hijrah ke Hongkong bersama keluarganya. Sampai disini film ini masih berpusat pada kehidupan IP Man tetapi tunggu dulu ada satu tokoh karakter yang ingin di-eksplorasi lebih dalam oleh Wong Kar-Wai yaitu Gong Er (Zhang Ziyi), anak dari Gong Yutian. Satu agenda yang harus dituntaskan oleh Gong Er bagi saya memberikan rasa pedih yang sama dengan apa yang dialami IP Man. 

Kasus adegan penutupnya yang bertolak belakang dengan adegan pembukanya, sangat memungkinkan komentar penonton terbagi menjadi 2 (dua). Pro dan kontra. Dengan memakan durasi 120 menit-nya tampaknya masih belum cukup untuk melihat seluruh karakter- karakternya secara puas, terutama karakter istri IP Man. Positifnya, The Grandmaster secara keseluruhan saya menyukainya karena lewat satu film saja -tanpa harus melihat triloginya- akhirnya saya mengetahui sosok seorang ahli bela diri dari Fosan, Cina. Ini semua tak lepas dari penampilan kuat dari para bintang yang tampil menjiwai. Adegan pertarungan tangan kosong IP Man melawan belasan orang ditengah hujan yang di-slow motion rasanya sulit untuk dilupakan dalam waktu dekat. Kembali mengingatkan saya dengan adegan dahsyat yang ada di salah satu triloginya The Matrix.        
                    

2 komentar:

  1. Hi! Salam kenal
    Boleh tukeran link?
    Blog saya khusus membahas film-film Perancis
    Kalau mau nanti saya pasang link blog kmu di sidebar dan di halaman "Movie Bloggers"
    Makasih :) Ditunggu kabarnya :)
    http://frenchmovielover.blogspot.com/

    BalasHapus
    Balasan
    1. hai salam kenal juga,Ricky...oke ini sdh saya taut balik

      Hapus