Rabu, 29 Agustus 2012

The Hunger Games


Director: Gary Ross, 2012


Bila kita masih ingat bagaimana hebohnya film Saga Twilight dan setuju bahwa film itu sangat memuaskan selera penonton sekaligus penggemar novelnya-terutama para kaum hawa, maka sekarang ada versi lain dari tontonan yang setaraf. Dibintangi oleh Jennifer Lawrence (  X-Men First Class ) dan Josh Hutcherson ( dwilogi Journey To The Center Of The Earth ), film The Hunger Games  yang juga diangkat dari sebuah novel- karangan Suzanne Collins berjudul sama-menjanjikan suatu suguhan segar yang bermutu, tapi ini masih kata mereka. Bagaimana penilaian penonton termasuk saya yang baru saja kemarin malam menonton film ini melalui DVD? 

Seperti layaknya film yang diangkat berdasar novel, maka yang satu inipun mengambil alur cerita yang sama dengan versi novelnya. Adalah suatu negara bernama Panem-yang dulunya merupakan Amerika Utara. Negara ini kemudian terbagi menjadi kota pusat bernama Capitol dan 13 distrik pendukung. Panem sempat mengalami revolusi yang menyebabkan pemerintah pusatnya menuntut persembahan dari tiap distrik-distrik tersebut. Persembahan itu yang disebut dengan istilah ‘tribute’, dimana tiap distrik harus mewakilkan satu pria dan satu wanita yang nantinya dikirim ke arena permainan maut bernama The Hunger Games. 

Kisah dimulai dengan terbangunnya Primrose Everdeen- adik dari Katniss Everdeen-  dari mimpi buruknya, tepat di hari pemilihan Hunger Games. Setelah adiknya sudah dirasa tenang, Katniss keluar dari rumah menuju hutan untuk membunuh seekor rusa yang nantinya dipersembahkan ke Penjaga Perdamaian, di hutan ini ia bertemu dengan Gale, sahabat Katniss di Distrik 12. Setelah curhatan mereka berdua mengenai Hunger Games yang sudah bertahun-tahun terjadi di distriknya. Saat-saat yang ditakutkan pun tiba, semua anak yang berumur sekitar 10-20 tahunan berkumpul dalam satu lapangan diambil setetes darah diatas sebuah kertas untuk kemudian diundi namanya. Mimpi buruk Primrose ternyata terjadi, dirinya terpilih untuk mewakili wanita dari distriknya. Namun, karena naluri sang kakak untuk melindungi keluarganya, Katniss mencalonkan diri sebagai sukarelawan  menggantikan adiknya sebagai tribute, dan dari tribute pria terpilih Peeta Mellark. Berangkatlah Katniss dan Peeta menuju Capitol dengan ditemani seorang guru pembimbing, Haymitch dan seorang asisten yang membantu Distrik 12 mendapatkan sponsor-bisa dikatakan semacam simpati,Cinna. Begitu kata sambutan dari Presiden Snow berakhir, segera dimulailah The Hunger Games ke-74. Peraturan utama yang diadakan selama 2 minggu ini adalah dari ke-24 tribute dari 12 Distrik, hanya ada satu tribute yang menjadi pemenang, dengan kata lain 23 tribute yang ada harus meninggal selama arena pertandingan. Bagaimana usaha Katniss yang hanyalah seorang pemanah –dengan bekal perlindungan diri satu-satunya sebuah pin mockingjay-ingin keluar hidup- hidup tanpa ada niatan untuk membunuh, sementara dipihak lawan begitu bengisnya membunuh tribute yang lain tanpa mengenal perasaan, itulah yang menjadi sentral dari film ini. 

Dari alur cerita yang sederhana dan setting lokasi sangat kontras- dimana untuk Distrik 12 digambarkan sangat tidak nyaman dengan mengambil  sudut warna pucat, dilain pihak Capitol digambarkan dengan colorful perpaduan warna-warna highlight terlihat dari baju,rambut penduduknya, sang sutradara Gary Ross mencoba menyuguhkan menu baru bagi para penonton. Sayangnya, entah mengapa, timbul kesan seolah saya menyaksikan ulang film yang sama persis judulnya The Condemned (2007) saat menikmati The Hunger Games ini. Tapi, hal ini tidak terlalu menganggu saya, mengingat The Hunger Games versi lebih ringan dari The Condemned  yang mana lebih berfokus kearah hubungan asmara segitiga sesama manusia ( Gale-Katniss-Peeta) selain tentunya menyaksikan beberapa adegan pertumpahan darah yang terjadi di arena Hunger Games. Dari jajaran artis pendukungnya, saya bisa melihat betapa sang sutradara sangat bertumpu pada kedua pemain utamanya, Lawrence dan Hutcherson. Tetapi, Lawrence-lah yang menurut saya berhasil membawa jiwa film ini mulai dari emosi kesedihan seorang gadis penduduk penambang  hingga emosi puncaknya menantang para pemilik permainan, Seneca Crane dengan tembakan jitu panahnya ke sebuah apel. Dan, tentunya The Hunger Games tidak berakhir begitu saja, karena hingga akhirnyapun penonton sekaligus penggemar novelnya akan dipuaskan ‘sementara'dengan akhir ceritanya saat meninggalkan kursi penonton. Ya, saya sebut dengan kata ‘sementara’ karena ada kabar baik film ini akan segera dibuat sekuelnya dengan judulnya Catching Fire..can’t hardly wait moviegoers?


0 komentar:

Posting Komentar