Sabtu, 08 September 2012

Silent House



Director: Chris Kentis and Laura Lau, 2011


Jika kita sebagai penonton merindukan sebuah film horror atau thriller yang menjanjikan rentetan ketegangan secara simultan, maka film ini mungkin sebagai salah satu alternatif jawabannya. Walaupun sudah banyak film yang memiliki formula semacam ini namun Silent House mencoba peruntungannya. Film buah karya terbaru Chris Kentis ( Open Water,2003) ini adalah sebuah thriller psikologis yang memaksa imajinasi kita untuk ikut bekerja mencari tahu apa yang sebenarnya dialami tokoh utamanya. 

Adalah Sarah, seorang gadis yang duduk sendirian  diantara karang bebatuan lautan. Kamerapun mengikuti kemana arah kaki Sarah melangkah. Sampailah ia didepan rumahnya, bersamaan itu pula John, ayah Sarah berhenti dan turun dari mobil. Kemudian, masuklah mereka berdua sementara Peter, paman Sarah langsung menyambutnya. Tanpa basa basi, Peter- yang sudah lebih dahulu sampai dirumah ini –menunjukkan ada satu masalah yang harus cepat ditangani yakni dibalik dinding disalah satu ruangannya terdapat satu lubang besar. Masalah ini bagi John tak dianggap terlalu serius, katanya ’ mungkin ini bagian dari kebocoran, sehingga bisa mengajukan klaim asuransi’. Memang benar lubang besar ini bukan masalah yang serius karena masalah utamanya adalah tidak ada arus listrik sama sekali dirumah sebesar itu, jadi kemana-mana ketiga karakter selalu membawa emergency lamp. Ditugaskanlah Peter keluar rumah untuk mencari tahu dan meminta bantuan supaya dapat secepatnya rumah mereka dapat terang kembali. Sekarang tinggal Sarah dan ayahnya yang berada didalam rumah. Sambil menyalakan beberapa lampu lilin, pintu depan rumah diketuk oleh seseorang yang ternyata adalah Sophia, teman bermain Sarah semasa kecil. Baik Sarah dan Sophia merasa heran satu sama lain. Sophia merasa heran mengapa Sarah bisa berada dirumah ini yang telah sekian lama tak ditempati- ya rumah ini sebelumnya disewakan dan karena ada beberapa kerusakan  ia dan ayahnya ke rumah ini sekedar memperbaiki kemudian untuk dijual kembali-, Sarah sendiri merasa lupa bahwa Sophia adalah teman kecilnya, walau Sophia berusaha keras untuk mengingatkan kembali masa-masa kecil mereka berdua.

Kisahnya dimulai saat Sarah mendengar ketukan pintu untuk kedua kalinya tetapi setelah dibuka tak ada orang sama sekali. Tak lama kemudian ia mendengar ada suara dilantai atas. Bersama ayahnya, Sarah naik ke lantai atas tersebut guna menyelidiki apakah ada orang selain mereka berdua. Ruangan demi ruangan dibuka, ternyata tak ada seorang pun. Demi menenangkan perasaan anaknya, John menyuruh Sarah untuk secepatnya mengemasi beberapa barang yang sekiranya tidak terpakai untuk dikemasi dalam satu plastik besar. Saat Sarah mengemasi terdengar kembali suara yang kali ini sangat dekat dengan ruangan dimana ia berada. Dipanggillah nama ayahnya berulang kali, yang ternyata ketika ditemukan kondisi ayahnya sudah dalam keadaan tak sadarkan diri. Mencari bantuan, inilah satu-satunya yang ada dipikiran Sarah saat itu. Tapi ‘sesosok makhluk’ tidak membiarkan Sarah keluar dari rumah ini. Teror demi teror selalu mengejar Sarah bahkan saat ia berhasil keluar dari rumah ini. Apa sebenarnya yang sedang terjadi dirumah ini? Apakah benar ada ‘sesosok makhluk’ yang mengejarnya?

Yang menarik dari film ini adalah kepintaran Ketnis memilih ide cerita dimana rumah sebagai obyek utama kisahnya digambarkan dalam kondisi gelap, sehingga mampu menggiring penonton untuk mengikuti kejadian demi kejadian yang dialami karakter pemain didalamnya. Ditambah saya bisa melihat Elizabeth Olsen yang sebelumnya bermain di film yang berjudul Martha Marcy May Marlene, dan kini menampilkan bakat aktingnya di film bergenre horror. Lihat saja, bagaimana ekspresi raut muka Elizabeth Olsen ketika ‘sesosok makhluk’ semakin mendekat ke dirinya, benar-benar kita seakan turut merasakan ketakutan luar biasa seperti yang dialaminya.    

 

0 komentar:

Posting Komentar