Sabtu, 08 Juni 2013

Chocolate

Sutradara: Prachya Pinkaew, 2008



Ada kata coklat di bungkus luarnya dan setelah dibuka ternyata bukan coklat saja yang ada dibagian dalamnya. Reaksi pertama yang kalian rasakan mungkin tidak percaya. Seperti itulah yang dirasakan oleh  Zin (Ammara Sipirong), seorang ibu yang tidak percaya kalau buah hatinya terlahir tidak seperti anak-anak pada umumnya. Putrinya, Zen (Yanin Wismitanant) terlahir sebagai anak autis. Adalah Muum (Taphon Phopwandee) - seorang bocah lelaki yang diasuh oleh Zin sejak kecil- satu-satunya teman yang dipunyai Zen sedari kecil sampai mereka berdua menjelang remaja. Pernah suatu waktu Muum melihat bakat spesial yang tertanam dalam diri Zen yaitu mampu menangkap benda yang dilempar dari kejauhan dengan sangat tepat. Dan, melalui mimpinya Zen berkembang menjadi seorang heroik pelindung keluarganya.

Dibuka dengan adegan seorang pria asal Jepang yang terpikat akan kecantikan seorang wanita yang bekerja di salah satu mafia Thailand disana. Hubungan 2 (dua) insan yang berbeda kubu ini tercium oleh atasan mafia tadi. Demi kebaikan bersama, si pria dan si wanita ini memutuskan untuk berpisah. Dalam kesendiriannya lahirlah buah cinta mereka, Zen. Ya, si wanita tadi adalah Zin sementara si pria yang notabene ayah dari Zen bernama Masashi (Hiroshi Abe), seorang yakuza. Dari sini kita sudah mengerti mengapa Zen dapat memiliki keahlian khususnya. Dengan pintarnya Napalee dan Chookiat Sakveeeakul, dua penulis naskah cerita film ini membungkus nuansa dramanya begitu natural apa adanya. Ada satu momen penting yang direkam dengan baik ketika mereka bertiga duduk terdiam kala tidak ada pendapat yang benar juga tidak ada yang salah. Penonton pun merasa simpati atas permasalahan yang dialami keluarga ini.

Harus diakui, Chocolate sepenuhnya menjual ilmu beladiri taekwondo dengan berbagai macam gaya yang pasti membuat kalian akan melonggo. Setelah film Ong-Bak yang berhasil mengorbitkan nama aktor asal Thailand, Tony Jaa, Pinkaew mencoba sesuatu yang baru. Heroiknya kali ini bukan seorang pria dewasa melainkan seorang gadis remaja yang dibawakan secara totalitas oleh Yanin Wismitanant sebagai Zen. Terlepas ketidaktahuan saya apakah dirinya memang seorang taekwondo dengan gelar sabuk yang dipegangnya. Transformasi dirinya di film ini dari semula meniru gaya dan suara Bruce Lee perlahan-lahan berganti menjadi seorang gadis petarung dengan ilmu beladiri taekwondo yang dikuasainya, tangan dan kaki berjalan seirama, menyatu dalam jiwanya. Koreografi pertarungan final yang di-shot dalam waktu yang cukup lama tanpa henti mampu membuat penonton tak sadarkan diri bahwa film ini produksi negara Thailand. Tanpa adanya campur tangan Yuen Woo Ping, salah satu koreografer seni bela diri terkenal.

Chocolate sendiri tidak tampil dengan segala kelebihannya. Ada satu titik kelemahan yang terlihat jelas entah itu disengaja atau tidak oleh Pinkaew sebagai sutradara. Seorang yakuza selayaknya saat bertempur harusnya menggunakan pedang samurai sebagai alat senjata. Tetapi, yang sungguh aneh dan konyol malah yang membawa pedang samurai pertama kali adalah pihak lawan. Kalau kalian masih ingat senjata apa yang dibawa oleh Masashi saat itu mungkin kalian akan bertanya heran. Kemunculan satu karakter yang akhirnya datang juga di penghujung cerita. Akan memecah 2 (dua) pendapat. Pro dan kontra. Yang jelas, sutradara menginginkan film ini harus berakhir seperti itu. Manis. Akhir kata, seperti nikmatnya makan coklat, film ini pada 'gigitan' terakhirnya akan membuatmu ingin mengulangi menikmati 'gigitan' pertama. 

1 komentar:

  1. Masukkan komentar Anda...min,,soundtrack'y yg lagu barat tu jdul'y dn pnyanyi'y siapa ya,?

    BalasHapus