Minggu, 14 April 2013

The Tower

Sutradara: Ji-Hoon Kim, 2012



Ada beberapa hal yang lebih menakutkan dari sebuah adegan terperangkap di dalam suatu tempat, saat kau merasa bahwa apakah bala bantuan yang dinantikan akan datang secepat mungkin. Sineas Hollywood menangkap hal tersebut dan nyatanya sudah ada lebih dari satu film yang mengisahkannya. Ada bilik telepon umum, kotak lift, lalu di dalam peti mati- sebutan tempat terakhir inilah film yang paling saya sukai selama ini, Buried. Untuk membuat ide yang lebih baik dari yang sudah- sudah ada bukanlah hal yang mudah terutama jika tidak didukung oleh kemampuan kualitas cerita itu sendiri. Tapi lagi-lagi Ji-Hoon Kim berusaha untuk menjawab tantangan ini. Kali ini ia mengajak kita masuk ke dalam gedung pencakar langit.

Plot film ini berlangsung hanya sehari, dari pagi hari hingga keesokan paginya. Pada malam Natal suasana yang begitu 'sunyi' -dimana setiap orang disana sibuk dengan acara dan keluarganya sendiri- menjadi 'bersuara' karena hadirnya butiran- butiran salju yang turun dari atas gedung (atas bantuan beberapa helikopter) dan semaraknya warna warni kembang api. Sayang, kemeriahan malam Natal ini tidak berlangsung lama. Satu insiden kecelakaan yang tidak disengaja menyebabkan malam terburuk sekaligus mungkin menjadi malam terakhir bagi penghuni Menara Sky, ya itulah nama gedung pencakar tertinggi yang dimiliki oleh Negara Korea di film ini. The Tower dengan cekatan menggiring penontonnya memasuki zona bahaya. Satu keluarga, ayah ibu dan satu putrinya, yang berada di dalam Menara Sky berusaha menemukan keberadaan satu sama lain sementara di luar gedung pihak pemadam kebakaran berusaha semaksimal mungkin menyelamatkan gedung tertinggi ini dengan cara mencari titik pemicu kebakaran.

Ji-Joon Kim memilih gedung pencakar langit karena 2 (dua) alasan. Pertama karena di dalam tempat ini banyak orang berkumpul melakukan kegiatan atau pekerjaannya masing- masing. Kedua dari alasan pertama tadi jika 'diciptakan' satu konflik saja maka efeknya akan jauh lebih terasa. Dengan begitu kita sebagai penonton bisa dibuat lebih terkait akan alur kisahnya dan atau mungkin ikut merasa tercekam. Menara Sky yang diagung-agungkan memiliki 100 lantai dan di lantai ke-40 terdapat jembatan yang menghubungkan ke gedung satunya direkam secara mengagumkan nan menakutkan. Yap, ada satu adegan yang disajikan begitu intensnya hingga mampu membuat saya ikut ngeri juga. Tentunya ini berkat dukungan spesial efek terutama efek slow motion. Dan, untuk membuat suasana film The Tower tidak sepenuhnya tegang si sutradara menambahkan unsur komedi di sela-selanya, ya saya sendiri sempat tertawa akibat ulah kocak salah satu karakternya.     

The Tower punya sedikit banyak kesamaan dengan Ladder 49 (2004), Titanic (1997) dan Deranged (2012), dimana ada nilai kemanusiaan dan perjuangan bertahan hidup ditengah bencana kekuatan alam. Perbedaannya sekaligus yang menjadikan kekuatan film ini adalah berhasil 'meramu' ketiga film yang saya sebutkan diatas dalam satu film tanpa berlebihan tak terkesan dipaksakan. Motto yang dipakai oleh petugas pemadam kebakaran "Pantang Pulang Sebelum Padam" dapat kita lihat dan buktikan bagaimana kegigihan perjuangan mereka demi menyelamatkan korban dari kebakaran. Kekuatan alam yang suatu saat dapat berbalik 'menaklukkan' jiwa manusia juga ada disini. Suasana kepanikan dan ketakutan super tegang ditampilkan silih berganti sembari menguji adrenalin penontonnya. Bagian akhirnya yang mungkin terasa berlebihan tetapi mampu membungkam mulut setiap penonton atas pengambilan gambar secara overhead shot. Terasa realistis...          

0 komentar:

Posting Komentar