Sabtu, 22 Desember 2012

Savages

Director: Oliver Stone, 2012



Mulai dari Platoon (1986), Wall Street (1987) berlanjut dengan sekuelnya Wall Street: Money Never Sleeps ( 2010), Born on the Fourth of July ( 1989), JFK (1991), Any Given Sunday ( 1999), Alexander (2004), World Trade Center ( 2006) hingga yang terakhir Savages (2012) inilah beberapa buah karya film yang sudah ditangani oleh sutradara asal kelahiran New York, U.S.A, Oliver Stone. Dari deretan film tadi -belum termasuk Savages (2012)- saya baru menonton Alexander (2004), Wall Trade Center (2006) dan Wall Street: Money Never Sleeps ( 2010), nah khusus film yang terakhir ini saya benar-benar tidak mudheg apa yang ingin disampaikan -mungkin karena film ini bercerita tentang dunia saham dan saya sendiri kurang menggeluti dunia saham itu sendiri-alhasil sebelum sampai habis ceritanya saya langsung mengeluarkan DVD ini dari playernya. Oke, kembali ke sutradara Oliver Stone ditahun 2012 dia kembali menyutradarai film yang memiliki tema seputar liarnya perang bisnis narkoba. Dengan didukung  ensemble cast : John Travolta, Salma Hayek,Benecio del Toro, Aaron Taylor- Johnson, Taylor Kitsch dan si cantik pendamping Hal Jordan di film Green Lantern, Blake Lively. Well, saya kembali tertarik untuk mencoba menonton satu lagi karyanya.

Sebelum mengulas lebih lanjut kisah Savages, ada baiknya saya memberitahu bahwa apa yang akan disaksikan oleh penonton  mulai dari menit pertama hingga menit terakhir semua itu adalah kisah perjalanan yang coba diutarakan ulang oleh salah satu karakter utama di film ini yakni O ( singkatan dari Ophelia ) yang diperankan oleh si  Blake Lively. And her stories begin…tinggallah dua orang sahabat, Ben dan Chon bersama satu orang teman gadisnya- yang tak lain adalah- O di pinggiran laut,Laguna Beach. Selama ini mereka bertiga menikmati hidupnya dengan tentram dan sangat nyaman alias tanpa hambatan dari pihak luar manapun. Lho, kenapa bisa? Apa pekerjaan atau yang mereka lakukan dalam kesehariannya?. Ben dan Chon  adalah teman semenjak S.M.U. Untuk beberapa waktu mereka berpisah, Ben lulus dari pasca sarjana Universitas California sementara Chon menjadi mantan Navy S.E.A.L sekaligus mantan pembunuh bayaran. Ketika mereka bertemu kembali  menjadi satu catatan peristiwa bersejarah. Bagaimana tidak mengelola, mengedarkan ganja bahkan mempunyai sendiri tanaman ganja terbaik di dunia, ya itulah yang menjadi satu- satunya alasan hidup mereka begitu tentram dan nyaman. Ikatan persahabatan Ben dan Chon semakin kuat, jika Ben mempunyai filosofi “ jangan menggangu orang lain” Chon juga mempunyai filosofi “ jangan menggangu Ben”.  Tidak saja dalam dunia bisnis, mengenai siapa gadis pujaan pun mereka berdua bersedia berbagi dan dialah si cantik O yang mana makin menambah keceriaan kesenangan. Ya, O sendiri berkata bahwa dirinya adalah ‘rumah’ bagi mereka berdua, Ben dan Chon. 
      
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah kenapa bisa usaha bisnis mereka berdua tidak terdengar atau ‘ tercium’ oleh pihak terkait semisalnya kepolisian setempat?. Selidik punya selidik, ternyata ada satu orang di belakang mereka dan lucunya orang ini adalah agen anti narkoba.  Sebutlah namanya Dennis Cain yang bersedia hati membantu perdagangan bisnis illegal ini walau kita tahu ada simbiosis mutualisme yang sedang terjadi. Dan, kisah Savages pun mulai menanjak dengan munculnya satu konflik. Dimulai saat Chon menerima dan melihat kiriman satu video yang menunjukkan satu perbuatan yang amat sadis terhadap tawanannya. Apa isi pesan dari video tersebut dimengerti oleh Ben dan Chon. Yap, untuk kali ini mereka berdua mulai timbul beda pendapat dan pandangan. Bagi Ben, dengan adanya kiriman video tersebut membuat dirinya untuk tidak melanjutkan lagi bisnis illegalnya tetapi tidak berlaku bagi Chon. “Bersikaplah berani dan lanjutkan terus usaha illegal ini”, karena dengan mengundurkan diri akan membuat pihak lawan merasa bangga atas kemenangannya sebelum perlawanan terjadi, ya begitulah pandangan Chon. Demi mendapatkan perlindungan lebih, mereka berdua menyampaikan apa yang baru saja mereka lihat di video itu kepada Dennis Cain. Dengan entengnya Dennis menanggapi hal ini, karena selama mereka masih dalam lindungannya tak ada sesuatu mengenai mereka.  Sayang, ketenangan seperti yang dikatakan Dennis tak berlangsung lama. Ketika satu perjanjian dengan salah satu bandar narkoba dibatalkan, segera dimulailah perang bisnis narkoba.  Lado, salah satu anak buah Elena menculik O membuat  Ben dan Chon melakukan apa saja demi menyelamatkan pujaan hati mereka berdua. Bagaimana akhir dari kisah ini? Pihak siapa yang akan menerima kekalahan? You’ll see the end of the stories

Walau film ini diadaptasi dari novel, tapi bagi saya teman- teman tak perlu dan harus membaca novel karangan Don Winslow ini yang secara kebetulan berjudul sama, Savages. Karena, menurut pendapat saya dengan menonton film ini saja -yang memakan waktu hampir dua jam lebih - sudah terasa melelahkan. Oke, saya memang tidak bisa memberikan komen lebih dari segi cerita, karena kembali lagi film ini berdasarkan novel. Oleh karenanya, saya pribadi lebih memperhatikan bagaimana kualitas para aktor dan aktris dalam hal membawakan peran dan karakternya masing- masing. Dari sekian artis yang turut meramaikan Savages, kemampuan akting Benecio del Toro tak diragukan lagi dan saya acungi jempol karena berhasil membawakan karakter Lado sebagai seorang musuh yang sadis tanpa ada rasa kasihan. Bagaimana dengan artis lainnya? Ya, boleh dibilang masih standar, apalagi si Salma Hayek aduh perannya nanggung, tidak baik tidak jahat. Diluar penilaian tadi, film ini mengandung konten kekerasan yang cukup diluar biasanya, terutama ada satu adegan kekerasan terhadap perempuan walau tidak sampai se-ekstrim film The Killer Inside Me (2010). Jadi, bagi yang kurang menyukai film bertema dunia narkoba terutama adanya adegan kekerasan saya sarankan tidak harus menonton film ini, tetapi bagi yang menyukai ensemble cast dalam satu film tidak ada ruginya untuk menonton Savages.       

0 komentar:

Posting Komentar