Director: Gary Ross, 2012
Bila kita masih ingat bagaimana hebohnya film Saga Twilight
dan setuju bahwa film itu sangat memuaskan selera penonton sekaligus penggemar
novelnya-terutama para kaum hawa, maka sekarang ada versi lain dari tontonan
yang setaraf. Dibintangi oleh Jennifer Lawrence ( X-Men First Class ) dan Josh Hutcherson (
dwilogi Journey To The Center Of The
Earth ), film The Hunger Games yang juga diangkat dari sebuah novel- karangan
Suzanne Collins berjudul sama-menjanjikan suatu suguhan segar yang bermutu,
tapi ini masih kata mereka. Bagaimana penilaian penonton termasuk saya yang
baru saja kemarin malam menonton film ini melalui DVD?
Seperti layaknya film yang diangkat berdasar novel, maka
yang satu inipun mengambil alur cerita yang sama dengan versi novelnya. Adalah suatu
negara bernama Panem-yang dulunya merupakan Amerika Utara. Negara ini kemudian
terbagi menjadi kota pusat bernama Capitol dan 13 distrik pendukung. Panem
sempat mengalami revolusi yang menyebabkan pemerintah pusatnya menuntut
persembahan dari tiap distrik-distrik tersebut. Persembahan itu yang disebut
dengan istilah ‘tribute’, dimana tiap distrik harus mewakilkan satu pria dan
satu wanita yang nantinya dikirim ke arena permainan maut bernama The Hunger
Games.
Kisah dimulai dengan terbangunnya Primrose Everdeen- adik
dari Katniss Everdeen- dari mimpi
buruknya, tepat di hari pemilihan Hunger Games. Setelah adiknya sudah dirasa
tenang, Katniss keluar dari rumah menuju hutan untuk membunuh seekor rusa yang
nantinya dipersembahkan ke Penjaga Perdamaian, di hutan ini ia bertemu dengan
Gale, sahabat Katniss di Distrik 12. Setelah curhatan mereka berdua mengenai
Hunger Games yang sudah bertahun-tahun terjadi di distriknya. Saat-saat yang
ditakutkan pun tiba, semua anak yang berumur sekitar 10-20 tahunan berkumpul
dalam satu lapangan diambil setetes darah diatas sebuah kertas untuk kemudian
diundi namanya. Mimpi buruk Primrose ternyata terjadi, dirinya terpilih untuk
mewakili wanita dari distriknya. Namun, karena naluri sang kakak untuk
melindungi keluarganya, Katniss mencalonkan diri sebagai sukarelawan menggantikan adiknya sebagai tribute, dan dari
tribute pria terpilih Peeta Mellark. Berangkatlah Katniss dan Peeta menuju
Capitol dengan ditemani seorang guru pembimbing, Haymitch dan seorang asisten yang
membantu Distrik 12 mendapatkan sponsor-bisa dikatakan semacam simpati,Cinna.
Begitu kata sambutan dari Presiden Snow berakhir, segera dimulailah The Hunger
Games ke-74. Peraturan utama yang diadakan selama 2 minggu ini adalah dari
ke-24 tribute dari 12 Distrik, hanya ada satu tribute yang menjadi pemenang,
dengan kata lain 23 tribute yang ada harus meninggal selama arena pertandingan.
Bagaimana usaha Katniss yang hanyalah seorang pemanah –dengan bekal
perlindungan diri satu-satunya sebuah pin mockingjay-ingin keluar hidup- hidup
tanpa ada niatan untuk membunuh, sementara dipihak lawan begitu bengisnya
membunuh tribute yang lain tanpa mengenal perasaan, itulah yang menjadi sentral
dari film ini.
Dari alur cerita yang sederhana dan setting lokasi sangat
kontras- dimana untuk Distrik 12 digambarkan sangat tidak nyaman dengan
mengambil sudut warna pucat, dilain
pihak Capitol digambarkan dengan colorful
perpaduan warna-warna highlight terlihat
dari baju,rambut penduduknya, sang sutradara Gary Ross mencoba menyuguhkan menu
baru bagi para penonton. Sayangnya, entah mengapa, timbul kesan seolah saya
menyaksikan ulang film yang sama persis judulnya The Condemned (2007) saat
menikmati The Hunger Games ini. Tapi,
hal ini tidak terlalu menganggu saya, mengingat The Hunger Games versi lebih ringan dari The Condemned yang mana
lebih berfokus kearah hubungan asmara segitiga sesama manusia (
Gale-Katniss-Peeta) selain tentunya menyaksikan beberapa adegan pertumpahan
darah yang terjadi di arena Hunger Games. Dari jajaran artis pendukungnya, saya
bisa melihat betapa sang sutradara sangat bertumpu pada kedua pemain utamanya,
Lawrence dan Hutcherson. Tetapi, Lawrence-lah yang menurut saya berhasil
membawa jiwa film ini mulai dari emosi kesedihan seorang gadis penduduk penambang
hingga emosi puncaknya menantang para
pemilik permainan, Seneca Crane dengan tembakan jitu panahnya ke sebuah apel. Dan,
tentunya The Hunger Games tidak
berakhir begitu saja, karena hingga akhirnyapun penonton sekaligus penggemar
novelnya akan dipuaskan ‘sementara'dengan akhir ceritanya saat meninggalkan
kursi penonton. Ya, saya sebut dengan kata ‘sementara’ karena ada kabar baik
film ini akan segera dibuat sekuelnya dengan judulnya Catching Fire..can’t hardly wait moviegoers?
0 komentar:
Posting Komentar