Director: Chris Kentis and Laura Lau, 2011
Jika kita sebagai penonton merindukan sebuah film horror atau
thriller yang menjanjikan rentetan ketegangan secara simultan, maka film ini
mungkin sebagai salah satu alternatif jawabannya. Walaupun sudah banyak film
yang memiliki formula semacam ini namun Silent
House mencoba peruntungannya. Film buah karya terbaru Chris Kentis ( Open Water,2003) ini adalah sebuah
thriller psikologis yang memaksa imajinasi kita untuk ikut bekerja mencari tahu
apa yang sebenarnya dialami tokoh utamanya.
Adalah Sarah, seorang gadis yang duduk sendirian diantara karang bebatuan lautan. Kamerapun
mengikuti kemana arah kaki Sarah melangkah. Sampailah ia didepan rumahnya,
bersamaan itu pula John, ayah Sarah berhenti dan turun dari mobil. Kemudian,
masuklah mereka berdua sementara Peter, paman Sarah langsung menyambutnya.
Tanpa basa basi, Peter- yang sudah lebih dahulu sampai dirumah ini –menunjukkan
ada satu masalah yang harus cepat ditangani yakni dibalik dinding disalah satu
ruangannya terdapat satu lubang besar. Masalah ini bagi John tak dianggap
terlalu serius, katanya ’
mungkin ini bagian dari kebocoran, sehingga bisa mengajukan klaim asuransi’.
Memang benar lubang besar ini bukan masalah yang serius karena masalah utamanya
adalah tidak ada arus listrik sama sekali dirumah sebesar itu, jadi kemana-mana
ketiga karakter selalu membawa emergency
lamp. Ditugaskanlah Peter keluar rumah untuk mencari tahu dan meminta
bantuan supaya dapat secepatnya rumah mereka dapat terang kembali. Sekarang
tinggal Sarah dan ayahnya yang berada didalam rumah. Sambil menyalakan beberapa
lampu lilin, pintu depan rumah diketuk oleh seseorang yang ternyata adalah
Sophia, teman bermain Sarah semasa kecil. Baik Sarah dan Sophia merasa heran
satu sama lain. Sophia merasa heran mengapa Sarah bisa berada dirumah ini yang
telah sekian lama tak ditempati- ya rumah ini sebelumnya disewakan dan karena
ada beberapa kerusakan ia dan ayahnya ke
rumah ini sekedar memperbaiki kemudian untuk dijual kembali-, Sarah sendiri
merasa lupa bahwa Sophia adalah teman kecilnya, walau Sophia berusaha keras
untuk mengingatkan kembali masa-masa kecil mereka berdua.
Kisahnya dimulai saat Sarah mendengar ketukan pintu untuk kedua
kalinya tetapi setelah dibuka tak ada orang sama sekali. Tak lama kemudian ia
mendengar ada suara dilantai atas. Bersama ayahnya, Sarah naik ke lantai atas
tersebut guna menyelidiki apakah ada orang selain mereka berdua. Ruangan demi
ruangan dibuka, ternyata tak ada seorang pun. Demi menenangkan perasaan
anaknya, John menyuruh Sarah untuk secepatnya mengemasi beberapa barang yang
sekiranya tidak terpakai untuk dikemasi dalam satu plastik besar. Saat Sarah
mengemasi terdengar kembali suara yang kali ini sangat dekat dengan ruangan dimana
ia berada. Dipanggillah nama ayahnya berulang kali, yang ternyata ketika
ditemukan kondisi ayahnya sudah dalam keadaan tak sadarkan diri. Mencari
bantuan, inilah satu-satunya yang ada dipikiran Sarah saat itu. Tapi ‘sesosok
makhluk’ tidak membiarkan Sarah keluar dari rumah ini. Teror demi teror selalu mengejar
Sarah bahkan saat ia berhasil keluar dari rumah ini. Apa sebenarnya yang sedang
terjadi dirumah ini? Apakah benar ada ‘sesosok makhluk’ yang mengejarnya?
Yang menarik dari film ini adalah kepintaran Ketnis memilih ide
cerita dimana rumah sebagai obyek utama kisahnya digambarkan dalam kondisi
gelap, sehingga mampu menggiring penonton untuk mengikuti kejadian demi
kejadian yang dialami karakter pemain didalamnya. Ditambah saya bisa melihat
Elizabeth Olsen yang sebelumnya bermain di film yang berjudul Martha Marcy May Marlene, dan kini menampilkan bakat aktingnya di film bergenre horror. Lihat
saja, bagaimana ekspresi raut muka Elizabeth Olsen ketika ‘sesosok makhluk’
semakin mendekat ke dirinya, benar-benar kita seakan turut merasakan ketakutan
luar biasa seperti yang dialaminya.
0 komentar:
Posting Komentar