Director: Faozan Rizal, 2012
Tidak banyak film Indonesia yang saya tonton di layar lebar dan tak banyak pula film karya anak negeri yang memilki cerita berkualitas bagus. Bukannya saya tidak menghargai karya anak negeri sendiri tapi seperti yang juga kita ketahui sendiri, film Indonesia yang sudah rilis disini tak jauh dari tema horror dengan bumbu unsur sensualitas. Ya, hanya 3 (tiga) film karya anak negeri yang sudah saya tonton di layar lebar di tahun 2012. The Raid (Maret 2012), Modus Anomali (April 2012), dan terakhir Habibie dan Ainun yang baru saya tonton kemarin siang di Sutos XXI. The Raid sendiri sudah mengangkat nama Indonesia- walau sutradaranya bukan dari Indonesia- di negara orang lain dan segera ditayangkan ulang di salah satu TV lokal menyambut akhir tahun 2012- just info: DVD Original The Raid ini baru saja dirilis 24 Desember lalu. Untuk Modus Animali sendiri bagi saya merupakan salah satu film Indonesia yang berkategori mind-fucking, mungkin bagi yang sudah menonton film Joko Anwar sebelumnya Kala dan Pintu Terlarang sudah pasti tahu twist seperti itu. Saat menonton Rise of The Guardians ada cuplikan film Habibie dan Ainun, tapi belum ada ketertarikan untuk menontonnya. Niat menonton muncul ketika saya membaca postingan di salah satu forum film terkenal di Indonesia yang mengomentari film ini “bagus dan lebih hebatnya, pasangan cowoknya sampai menangis”…yap, dari sinilah awal bagi saya untuk membuktikan apakah betul perkataan tadi.
Karena ini adalah A True Story based on The Bestselling Book “ Habibie dan Ainun” maka tugas utama dari sang sutradara adalah membuat kisahnya se-nyata dan se-akurat mungkin sesuai yang tertulis dibuku tersebut. Mengingat ini adalah kisah tentang cinta pertama dan cinta terakhir. Kisah tentang Presiden ketiga Republik Indonesia bersama Ibu Negara. Cinta, bagi teman- teman yang sudah berkeluarga atau sekarang yang lagi memulai proses cinta. Pastinya diawal perjumpaan atau perkenalan tidak langsung diikuti adanya rasa cinta dulu, bahkan yang ada (mungkin)malah rasa kurang suka akan pasangannya. Demikian juga yang dialami Habibie dan Ainun. Awal mereka bertemu sewaktu duduk di bangku S.M.P di Bandung tahun 1953. Gurunya sendiri sempat berkata mereka berdua cocok satu sama lain, sama- sama pintar. Tapi, tidak bagi Habibie yang menganggap Ainun itu orangnya jelek, item seperti gula Jawa. 6 ( tahun) kemudian mereka tak bersua karena Habibie melanjutkan sekolahnya di Jerman tahun 1959, keseriusan untuk selalu belajar dan belajar tak diragukan lagi sampai- sampai untuk kesehatannya tak terlalu dihiraukan, dan ditahun ini Habibie di-diagnosis terkena Tubercolosa alias T.B.C. 3 (tahun) kemudian tepatnya 1962 Habibie kembali ke Ranggamela, Bandung dalam rangka liburan kuliahnya. Dan,disinilah awal cinta yang tadinya dari tidak suka- dibangku S.M.P- mulai berubah menjadi saling menyukai, benih cinta pun mulai tumbuh. Gula Jawa kini menjadi gula pasir, seperti itulah kata- kata yang keluar dari Habibie melihat Ainun yang kini makin cantik. Yang tadinya masih benih cinta kini sudah bertumbuh. Akhirnya Habibie memberanikan diri untuk mengajak Ainun menemani dirinya saat kembali ke Jerman. Ya, sebelum terbang ke Jerman mereka berdua meresmikan hubungannya menjadi sepasang suami istri. Tak banyak yang dijanjikan oleh Habibie kepada Ainun dalam kehidupan rumah tangga yang segera akan dijalaninya, tapi satu yang pasti Habibie berjanji akan menjadi seorang suami yang baik dan berbakti pada sang istri, Ainun demikian pula sebaliknya.
Setibanya di Jerman, mereka tinggal di flat yang bisa dibilang sangat kecil , buat calon si jabang bayi saja tidak tahu akan dibaringkan dimana. Kerasnya kehidupan yang mereka jalani benar- benar harus dijalani mereka berdua. Untuk perjalanan pulang Habibie tidak menggunakan alat transportasi umum, ditempuhnya dengan berjalan kaki meski kondisi salah satu alas kakinya berlubang cukup besar yang mengakibatkan telapak kakinya luka akibat dinginnya salju diluar sana. Sementara bagi Ainun, ia juga tak kuasa menahan menangis di hadapan Habibie memohon agar segera kembali ke Indonesia dengan alasan keberadaannya membuat tanggungan ekonomi sang suami makin berat. Permohonan Ainun dicegah oleh Habibie karena dirinya menjanjikan kehidupan yang lebih baik dari sekarang. Satu mimpi yang harus terwujud. Tahun 1963, Habibie mulai menunjukkan hasil kejeniusannya. Keberhasilannya dalam merancang gerbong Kereta Api Tabolt menjadi tonggak awal, (meski) semula orang Jerman meragukan kemampuan si Habibie. Alasan ini memang beralasan, karena mesin- mesin yang ada di negara Indonesia adalah hasil impor Luar Negeri. 2 (dua) tahun kemudian, Habibie lulus dari S-3 dan satu impiannya membuat pesawat terbang sendiri bagi negara tercintanya tinggal selangkah lagi. Surat Permohonan yang telah dikirimkannya ke Indonesia tidak mendapat tanggapan seperti yang diharapkannya. Tetapi, satu hari di tahun 1968 dirinya menerima telepon dari Kedutaan Indonesia yang menawarkan dirinya untuk mewujudkan impiannya tadi, yakni membuat pesawat terbang. Selama 10 (tahun) berjalan telah banyak terjadi kejadian yang menyenangkan dan yang tak menyenangkan. Ya, Habibie menerima banyak tawaran kerjasama dari pelbagai pihak Luar Negeri tapi ada satu halangan dari negaranya sendiri dari salah satu pengusaha terkenal di Indonesia yang memancing mereka berdua terkena godaan harta. Satu mimpi yang harus terwujud sekarang terwujud sudah. 10 Agustus 1995 pesawat terbang karya anak negeri yang -diberi nama N250-lahir dari hasil pemikirannya terbang dan mendarat dengan sempurna, tentunya disaksikan Presiden R.I Soeharto bersama Ibu Tien Soeharto. Pasang surutnya kehidupan kembali dialami Habibie dan Ainun, setelah menjabat Presiden R.I ketiga yang tak lama kemudian dirinya mengundurkan diri sebagai Presiden R.I. Dan, awal cinta mereka harus berakhir. Di tahun 2010 Habibie mengetahui kondisi kesehatan istrinya dalam keadaan kritis, didiagnosis terkena kanker ovarium stadium 3. Penyesalan, Kesedihan bahkan tetesan air mata membasahi wajah mereka berdua.
Terbukti sudah salah satu postingan komentar yang ada disalah satu forum film diatas. Adegan sedih mampu membuat saya pribadi tak kuasa menahan air mata. Oke, mungkin tulisan ini terkesan berlebihan tapi boleh coba tonton sendiri kekuatan film ini bertutur. Selain sedih, Habibie dan Ainun juga mencampurkan adegan humor di beberapa adegan yang juga mampu membuat saya tersenyum bahkan tertawa. Ini semua tak lepas dari kekuatan akting dari Reza Rahadian sebagai Habibie dan Bunga Citra Lestari sebagai Ainun yang mana keduanya tampil secara maksimal mendalami karakter salah satu Bapak dan Ibu Negara R.I ketiga ini. Oiya, melalui blog ini saya sampaikan terima kasih kepada @SimPati yang setiap hari Jumat memberikan tiket gratis nonton melalui acaranya Simpati Friday Movie Mania dan baru Jumat ini saya bisa turut serta meramaiakan acara ini. Akhir kata, saya tulis sedikit kutipan Surat yang dibuat oleh Habibie untuk istri tercintanya….
“ Thank you God, You
have given birth to me for Ainun and to Ainun for me, Thank you God, You have
made me meet with Ainun and Ainun with me. Thank you God, that on May 12, 1962
You married me to Ainun and Ainun to me….”
jadi filmnya "romantis dan termehek-mehek" ya ko? Jadi pengen nonton juga hehe...
BalasHapusYap met bikin nangis apalagi aktingnya reza rahadian total bgt penjiwaannya
HapusAq juga sama ky km fer....nonton film anak negri dpt diitung jari. Karena kebanyakan film anak negri banyak yg ga bermutu. Dari baca ringkasannya maleh tertarik untuk beli Dvd nya coz film ini udah buyar dr bioskop,hehehe
BalasHapusHwa, untuk film Habibie dan Ainun sampai hari ini masih tayang kok di Surabaya.
Hapussdh ada link downloadnya gak bro? at??...au cd originalnya yang sudah beredar
BalasHapuspagi..sori bro untuk link download saya kurang tau ya. Dan, sepengetahuan saya untuk CD originalnya belum dirilis di pasaran, mas Andi
BalasHapusyg mw nonton download habibie and ainun DVD via torrent di http://adf.ly/JQ4UV always seeding
BalasHapusdownload habibie and ainun DVD via torrent di http://adf.ly/JQ4UV always seeding
BalasHapus