Sabtu, 31 Mei 2014

Robocop

Sutradara: Jose Padilha, 2014




Manusia dan Robot.  Manusia yang menciptakan sekaligus bertugas mengendalikan sang robot. Robot pun diciptakan hanya untuk menggantikan beberapa pekerjaan manusia tertentu, tidak lebih dari itu. Dalam dunia nyata sekarang ini sudah banyak bermunculan para robot dengan keunikan atau ciri khas-annya masing- masing. Dalam dunia perfilman juga sudah banyak kisah yang mengangkat  dunia robot sebagai tema sentralnya. Yang masih membekas dan kebetulan juga judulnya mudah diingat yaitu I,Robot (2004)  dengan Will Smith sebagai aktor utamanya.  Tetapi, jauh sebelum film itu tepatnya tahun 1987 ada seorang  sutradara asal Amsterdam, Paul Verhoeven mencoba kisah tentang apa jadinya jika manusia didalam robot. Sebuah satire fantasi dunia yang kelam dimasa mendatang.  Agar manusia di era 2000-an dapat melihat kembali kisah tersebut maka dibuatlah reboot-nya oleh orang yang pernah menggarap dwilogi Elite Squad, Jose Padilha.

Diawali dengan penggambaran bahwa selama ini perang selalu menimbulkan korban jiwa baik warga sipil khususnya tentara itu sendiri. Tetapi dengan kemajuan teknologi kehadiran para tentara digantikan oleh para robot.  Memang angka kematian para prajurit di medan perang berkurang  semisalnya akibat adanya aksi bom bunuh diri. Namun disatu sisi kehadiran robot menjadi perdebatan. Salah satunya robot tidak memiliki rasa seperti yang manusia miliki. Ditempat lain yang berjauhan, sebuah bom mobil meledak tepat didepan rumahnya membuat salah seorang seorang polisi Detroit ini mengalami kerusakan hampir diseluruh anggota badannya. Kemudian sudah bisa ditebak istilah nama “Robocop” diperkenalkan.

Oleh Padilha Robocop yang ia jalankan berbeda dengan yang telah dimiliki oleh Verhoeven. Selain mengganti nama perusahaan yang memproduksi robot bagi Amerika untuk perang , OCP diganti menjadi OmniCorp, Padilha lebih menekankan isu politik perang dengan mesin sekarang ini. Menaruh dua orang tokoh berpengaruh yang berbeda pendapat, Raymond Sellar- seorang pengusaha yang mendukung kehadiran robot- dan Hubert Dreyfuss -yang melarang penggunaan robot ditanah Amerika- seraya  memberikan pertanyaan besar kepada penonton apakah kehadiran robot selalu berdampak positif?. Apakah bisa meski “manusia didalam robot” merupakan solusi yang tepat?.  Mengetahui keadaan tubuhnya sebenarnya, kemudian timbul keinginan bertemu dengan istri dan putranya kembali, tuntutan tugasnya sebagai seorang polisi masa depan. Inilah letak perbedaan kedua yang sudah dilakukan oleh Padilha di filmnya yang mana lebih menekankan sisi emosionalnya pada tokoh utamanya,Alex Murphy.

Hampir di paruh waktu pertama film ini berkutat di seputar penggenalan pada terciptanya sang robot cyborg. Pelatihan dan simulasi tes yang dilakukan disalah satu bangunan besar adalah salah satu penggambilan adegan yang paling asyik, layaknya video games. Yang menggelitik adalah Robocop bukanlah Iron Man tapi dia seorang Six Million Dollar Man. Ya, dia tidak sekaya Tony Stark tetapi “kostum” yang ia kenakan membuat dirinya sekaya Tony Stark. Bagi yang menantikan aksi duel sang Robot mungkin akan kecewa karena di film ini tidak ada penjahat utamanya yang harus diringkus. Sebagai gantinya konflik batin Robocop yang  harus dihadapi. Dapat dimaklumi karena ini adalah sebuah reboot maka unsur penggenalan tokoh utama lebih ditonjolkan. Dan, Padilha sudah berhasil mengarahkannya.
 


Minggu, 25 Mei 2014

X-Men : Days of Future Past

Sutradara: Bryan Singer, 2014


Hampir sebelas tahun lamanya kisah X-Men ditinggalkan olehnya, ini terhitung sejak terakhir ia menyutradari X- Men 2 (2003). Dalam rentan 11 tahun tersebut franchise film ini masih berlanjut ada yang berupa sekuel X-Men: The Last Stand (2006), spin-off  X-Men Origin: Wolverine (2009) dan The Wolverine (2013) dan terakhir dalam bentuk prekuel X-Men: First Class (2011). Dan, dari semuanya itu First Class-lah yang menuai respon positif dari para penggemar X-Men. Mengapa? Karena dalam prekuel ini dijelaskan asal muasal terbentuknya sekolah X-Men, siapa saja anggota pertamanya dan poin terpenting adalah apa/mengapa sebabnya Professor X dan Magneto bisa berada di dua kubu yang berbeda. Sebuah ide yang brilian dari seorang sutradara yang namanya meroket berkat kesuksesan film superhero yang tidak super Kick Ass (2010), Matthew Vaughn.

Bersetingkan tahun 2020-an dimana dunia tengah berada dalam kondisi kelam dan suram. Penyebabnya bukan karena perlawanan sengit antara mutan dengan mutan melainkan dengan sesuatu yang tidak dapat terkalahkan. Sentinel. Adegan awalnya sudah cukup membuktikan bagaimana wujud dan kehebatan Sentinel ini sehingga dari beberapa anggota X-Men yang sempat bertempur- dengan kemampuan supernya masing-masing- sempat kewalahan. Usut punya usut penyebab mengapa Sentinel dapat terbentuk adalah ada campur tangan Mystique di dalamnya. Untuk "mengakali" terjadi peperangan besar yang sedang terjadi tadi -yang juga mengancam kehidupan para mutan- dimasa mendatang, maka ada seseorang yang harus kembali ke masa lampau menghalangi rencana Mystique, tepatnya 50 tahun yang lalu.

Melihat dan menilai dari semua anggota X-Men yang sudah dan pernah ditampilan ke layar lebar. Sebenarnya penonton sudah mulai merasa bosan dengan kehadiran sosok Wolverine di semua saga X-Men. Tetapi, mau tidak mau tokoh ini adalah satu-satunya tokoh yang awet muda dan tidak gampang mati. Jadi, X-Men: DoFP boleh dibilang ini adalah kisah Wolverine lagi tetapi kini dengan tujuan yang berbeda bukan mencari siapa jati dirinya melainkan demi kepentingan mutan gen-X. Sedikit berbagi layar adalah penceritaan tokoh Mystique lebih dalam. Jika sebelumnya kita hanya mengenal dia sebagai ajudan kesayangan Magneto, maka disini kita tahu bahwa dulu ia sebenarnya pernah memiliki misi tersendiri yang berseberangan dengan Magneto, pimpinannya. Penampilan 2 (dua) tokoh baru yang mencuri perhatian yakni Blink yang diperankan oleh Fan Bingbing yang memiliki kemampuan teleportasi dan Quicksilver yang diperankan oleh Evan Peters dengan kemampuan berlari dengan sangat cepat. Sementara kehadiran para mutan lainnya di DoFP kali ini seperti Storm, Beast, Kitty Pride, Iceman, Bishop, Collossus, Rogue masih ada tapi tampil sedikit.

"Bryan Singer untuk X-Men", ya mungkin sebutan ini layak diberikan. Film-filmya seperti Superman Returns (2006), Valkyrie (2008), Jack and the Giant Slayer (2013) tidak berdengung keras di per-box office-an. Apalagi karya film terakhir yang ia buat di 2013 meski dalam promosi film ini diberi embel-embel namanya yang pernah menyutradari X-Men tak cukup menghasilkan pemasukan dollar cukup banyak. Dengan kembalinya menangani saga ini dan merangkul Matthew Vaughn yang kini menjabat sebagai penulis cerita, X-Men seperti menemukan kejayaannya kembali. Meski diakui porsi adegan aksi tergolong minim namun untuk ukuran film aksi superhero keluaran Marvel dengan pendalaman cerita serta mempertemukan tokoh yang sama dari 2 dimensi yang berbeda dalam satu film terbilang sangat sukses. 

Minggu, 18 Mei 2014

Godzilla

Sutradara: Gareth Edwards, 2014

Coba kalian cari di mesin pencari IMDB dengan kata kunci "Godzilla" dan lihatlah puluhan daftar judul tampil baik itu berupa serial televisi, video game dan layar lebar. Di barisan paling atas Rolland Emmerich adalah nama sutradara terakhir yang memvisualkan salah satu kaiju terkenal yang ada di Jepang lewat filmnya berjudul sama, Godzilla (1998). Setelah tahun itu tidak ada tanda- tanda lagi apakah akan ada sekuelnya padahal di menit terakhir ada satu adegan yang 'memancing' penonton bahwa akan ada sekuelnya. Akhirnya tanda yang dinantikan penonton muncul di musim panas 2014 ini tapi bukan dalam bentuk sekuel melainkan dalam bentuk reboot. 

Pada tahun 1999 terjadi 2 (dua) kejadian yang sangat mengejutkan dan masing- masing membawa dampak yang sama buruknya. Kejadian pertama disalah satu dasar tanah negara Filipina yang sangat dalam telah ditemukan semacam kerangka sangat besar tanpa tahu wujud makhluk apa sebesar itu. Kejadian kedua terjadi pada salah satu keluarga Brody ketika dalam tugasnya meninggal dunia akibat kebocoran gas yang disebabkan oleh gempa bumi. Lompat kelima belas tahun kemudian -tepatnya tahun 2014-, salah satu anggota keluarga korban tadi menduga bahwa ada keterkaitan antara kematian keluarganya dengan kejadian di Filipina tersebut dan olehnya disinyalir ada "sesuatu" yang oleh pemerintah sengaja ditutupi.

Entah ini disengaja atau tidak film Godzilla (2014) ternyata diarahkan oleh seorang sutradara yang sebelumnya mengarahkan film yang hampir mirip temanya yakni berjudul Monsters (2010), Gareth Edwards. Dan, ditangannya reboot Godzilla kali ini terlihat perbedaannya dengan apa yang sudah dilakukan oleh Emmerich sebelumnya. Yang sangat terlihat adalah bagaimana sebenarnya sosok tampilan visualisasi seekor Godzilla. Bagi penonton awam terutama diluar warga Jepang tampilan Godzilla ya seperti yang ada di filmnya Emmerich. Tetapi, ini salah salah besar. Perbedaan selanjutnya adalah bagaimana menyajikan karakter/ sifat seekor Godzilla. Ini kesalahan kedua yang sudah dilakukan Emmerich yang akhirnya me-mindset penontonnya bahwa sifat seekor Godzilla ya seperti begitu. Kedua kesalahan ini mungkin dapat dimaklumi dikarenakan kita tahu bahwa Emmerich adalah seorang sutradara yang terkenal dengan sebutannya "master of disaster" jadi ke-tidak originalnya mengadopsi dianggap sebagai Godzilla versi Hollywood.

Kalau begini apakah reboot kali ini bisa dianggap setia pada ke-original-nya?. Ya, jika dilihat dari sisi kesalahan diatas maka apa yang dilakukan oleh Edwards seharusnya seperti ini. Setia. Pertanyaan selanjutnya apakah sebutan "master of disaster" tadi hanya untuk Emmerich saja?. Tidak juga. Kalian malah akan melihat dan menonton aksi spesial efek berlipat kali ganda. Tidak hanya gedung bertingkat, rumah yang hancur porak poranda, kejadian tsunami pun ada disini. Oiya, bagi yang sudah melihat trailer film ini jaga terus sampai kalian menonton sendiri karena ditengah-tengah kalian akan dikejutkan oleh "sesuatu". Dan, adegan pamungkasnya sangat memuaskan penggemar Godzilla sejati. 

      

Kamis, 15 Mei 2014

Who is Spider-man



Jika ada orang disekitar yang bertanya kepada kita “ apa arti sosok Spider-Man bagimu”?, sehingga kita dan  teman-teman diluar sana sangat menyukai salah satu karakter superhero  ini yang notabene keluaran Marvel Comics hasil ciptaan Stan Lee bersama rekannya Steve Ditko, seorang desainer karakter.  Menjawab pertanyaan ini mungkin sulit dicari jawabannya. Mengapa. Ya, kita tahu bahwa dalam dunia komik Marvel banyak karakter superhero yang dijagokan yang punyakekuatan/kemampuan tak kalah hebatnya . Sebut saja mulai dari Thor, Iron-Man, Hulk, Captain America, Daredevil, Fantantic Four, Ghost Rider hingga sekumpulan mutant yang menamakan dirinya sebagai X-Men. Bahkan DC Comic  -salah satu saingan Marvel Comics- juga punya superhero andalannya, semisal Superman dan Batman. Semuanya punya penggemar fanatik masing- masing (=fanbase) dan semuanya sudah pernah dibuat versi layarlebarnya.  Lalu dimana letak kelebihan sosok Spider-man ini dibandingkan dengan kawan sesama komiknya?.

Jadi seorang Spider-man itu enak, asyik, kapan ya bisa jadi seperti dia dapat bergelantungan dari satu gedung ke gedung lainnya (=Web Slinging),  memanjat dari satu dinding ke dinding  hanya dengan jari- jarinya tanpa pernah sampai jatuh ke tanah (=Wall Crawling), mampu mengangkat beban berat (=Strength and Agility). Keren, ya satu kata ini jawaban yang saya katakan sewaktu masih kecil jika ditanya apa arti sosok Spider-Man. Tetapi, sekarang dimasa saya sudah dewasa bukan itu jawaban yang akan saya katakan. Jauh dari kata “keren” tadi. Kini bagiku sosok Spider-Man lebih dari sekedar superhero yang ada dilayar kaca yang sering saya tonton dimasa kecil lalu. Spider-Man atau Peter Parker merupakan karakter jagoan komik yang paling sering tertimpa masalah dan susah hidupnya.  Susah hidupnya dimulai ketika masih kecil ayah dan ibunya- Richard dan Mary Parker-  tanpa alasan jelas mengapa dirinya tiba- tiba ditinggalkan dan harus tinggal bersama Paman Ben dan Bibi May. Sampai suatu saat Peter Parker dewasa ketika memindahkan sebuah koper tua  didalamnya terdapat beberapa kipling koran tua yang mengatakan bahwa kedua orangtuanya adalah pengkhianat yang berencana melawan pemerintah.  Masalahnya sendiri dimulai ketika dia mengujungi sebuah pameran ilmu pengetahuan dan dalam sebuah demonstrasi, secara tidak sengaja Peter digigit seekor laba-laba hasil percobaan para ilmuwan.  Menyadari bahwa  dirinya akan melakukan transformasi dari manusia biasa ke pahlawan super membuat kerapuhannya  semakin mencolok dan mengundang simpati.  Rapuh, ketika dirinya terguncang mendengar dan menemukan bahwa Paman Ben meninggal dunia oleh seorang pencuri.  Kejadian ini yang menyebabkan Peter Parker memutuskan menjadi seorang Spider-Man karena teringat oleh kata pamannya “ bahwa dengan kekuatan yang besar muncul tanggungjawab yang besar pula”.

Dalam filmnya The Amazing Spider-Man (2012), salah satu musuhnya “The Lizzard” menghina dirinya ,Spider-Man : “ Poor Peter Parker, No Father, No Mother, No Uncle”.  Sakit memang harus menanggung derita dan cobaan hidup yang begitu berat.  Tetapi, jangan melihat dari satu sisi saja. Ayah dari pacar anaknya, Gwen Stacy, mengatakan “ The city need you”. Yap, Spider-Man memberiku semangat untuk menjalani kehidupan yang sama- sama punya permasalahan dan susahnya menjalani kehidupan seperti dirinya.  Bedanya jika Spider-Man diceritakan punya kemampuan super/ diatas manusia rata-rata, kita di dunia ini memiliki bakat khusus yang sudah diberikan oleh Yang Di Atas, tinggal manusia ini harus mencari tahu dan mengasahnya lebih dalam proses kehidupan ini.  Berbicara soal hubungan sebagai manusia, Peter Parker mempunyai sahabat karib Harry Osborn (yang akhirnya menjadi musuh) dan seorang pujaan hari, Gwen Stacy. Dalam kenyataan dunia ini saya pun mengalami keadaan yang sama seperti Spider-Man, teman dekat sekalipun karena alasan simple seketika juga bisa menjadi lawan kita. Spider-Man tidak memiliki latar belakang seperti  Superman yang bukan manusia biasa dan juga bukan seorang Batman, mesti hidup juga tanpa orangtua tetapi masih hidup dalam kemewahan berkat harta warisan keluarganya. Spider-Man berlatang belakang seperti layaknya remaja sekarang ini, ia tidak kaya, masalah cintanya rumit, kepahlawannya sering tak diakui. Dari sinilah letak kelebihan sosok seorang Spider-Man dibandingkan dengan teman sesama komiknya sehingga banyak orang didunia ini –termasuk saya sendiri- yang memiliki masalah yang sama dengan Peter Parker merasa lebih dekat dengan sosok Spider-Man.

Sabtu, 03 Mei 2014

The Amazing Spider-Man 2

Sutradara: Marc Webb, 2014
 
Tepat sebulan yang lalu salah satu tokoh superhero, Captain America kembali beraksi dilayar lebar melawan musuh barunya "The Winter Soldier" dan seakan tak mau kalah dengan teman se-komiknya manusia laba- laba satu ini pun kembali "menjaring" para penggemarnya tentunya dengan musuh baru. Sama-sama dari Marvel Universe tapi ada satu perbedaan yang sangat kentara diantara mereka berdua. Captain America belum ada sutradara yang me-rebootnya, tidak seperti Spider-Man kali ini yang sudah di-reboot oleh Marc Webb dari tangan sutradara sebelumnya, Sam Raimi. Jelas mau tak mau selalu ada perbandingan/ membandingkan baik itu dari sang sutradaranya, alur ceritanya bahkan sampai pemeran utama Spidey antara yang original dengan yang reboot.  Lepas dari semua pro kontra, toh awal bulan Mei ini kisah Spidey berlanjut.

Menyambung akhir cerita The Amazing Spider-Man (2012) hubungan Peter Parker dengan pacarnya Gwen Stacy masih berada di putus nyambung. Ini semua terletak pada pemikiran Peter Parker yang masih mengambang -antara cinta dan petuah (sebagai seorang manusia biasa Peter Parker) dan tugas (sebagai superhero Spider-Man)- yang masih belum ada satu keputusan yang mesti dipilihnya. Tapi tidak demikian dengan pemikiran Gwen Stacy, ia memilih melanjutkan studinya ke Universitas Oxford, Inggris sehingga otomatis mau tidak mau harus berpisah sang kekasih. Ditengah- tengah kegalauan yang dialaminya Peter Parker mendapat kabar bahwa salah satu kawan lamanya, Harry Osborn kembali ke negaranya serta muncul musuh baru yang menamakan dirinya "Elektro". Siapakah Elektro sebenarnya?


Skenario? Mari kita lihat rekam jejak seorang Marc Webb. Pria kelahiran Indiana,U.S 40 tahun lalu ini sebelumnya hanya terkenal sebagai seorang sutradara video musik  dan beberapa film pendek. Lewat debutnya (500) Days of Summer (2009) karirnya mulai berkembang sebagai sutradara film. Dari sini seharusnya terjawab sudah mengapa selalu ada yang kontra dengan film arahan Marc Web dengan apa yang sudah dilakukan oleh Sam Raimi. Ya, Marc Webb terlihat lebih dominan  di unsur kualitas cerita dibandingkan unsur aksinya- tapi ini bukan berarti aksinya terlihat sedikit/minimalis- tidak seperti arahan Sam Raimi yang berlaku sebaliknya. Penjelasan mengapa dan apa yang sedang terjadi pada Richard dan Mary Parker dijelaskan secara detil oleh Webb pada sekuel kali ini. Kemudian dari sisi spesial efek dan tampilan CGI tampil lebih baik dari pendahulunya- dimana tampilan Lizzard saat itu kelihatan kaku- disini spesial efeknya mengalami peningkatan. Slow motion, aliran dan sengatan listik si "Elektro" keren.  

Salah satu kelebihan Marc Webb diatas bukannya tanpa ada kekurangan sama sekali. Yang namanya sekuel diharapkan agar bisa melewati pendahulunya. Meski Marc Webb menambahkan budget yang lebih besar, unsur aksi yang dilipatgandakan, tetapi rasanya masih ada yang terlihat kurang. Kekurangan ini terlihat pada pengembangan karakter yang dibawakan oleh Jamie Foxx sebagai Elektro belum cukup kejam untuk menjadi sosok villain di film ini apalagi alasan utama mengapa Elektro menjadi musuh utama Spider-Man terkesan terlalu simple, ya ini tidak seperti pengembangan karakter musuh Dr. Curt Connor. Tapi, diluar semua kelebihan dan kekurangan The Amazing Spider-Man 2 saya dan fans diseluruh dunia kali ini merasakan reuni melihat Spidey berayun dari satu gedung ke gedung. Kamera ikut membubung dan menukik mengikuti keluwesan gerakan tubuh Spidey yang tampil menakjubkan berkat versi 3D-nya. Amazing....